Asal
muasal Kabupaten Bulungan by Maria Yoseph Goreti Pidang
Suatu hari Kuwanyi pergi berburu ke
hutan, tetapi tidak seekorpun binatang yang diperolehnya, kecuali seruas bambu
besar yang disebut bambu betung dan sebutir telur yang terletak di atas tunggul
kayu Jemlay. Bambu dan telur itu dibawanya pulang ke rumah. Dari bambu itu
keluar seorang anak laki-laki dan ketika telur itu dipecah ke luar pula seorang
anak perempuan. Kedua anak ini dianggap sebagai kurnia para Dewa. Kuwanyi dan
istrinya memelihara anak itu baik-baik sampai dewasa. Ketika keduanya dewasa,
maka masing-masing diberi nama Jauwiru untuk yang laki-laki dan yang
perempuan bernama Lemlai Suri. Keduanya dikawinkan oleh Kuwanyi.
Kisah Jauwiru dan Lemlai Suri
kini diabadikan dengan didirikannya sebuah Monumen Telor Pecah. Monumen
tersebut terletak di antara Jl. sengkawit dan Jl. Jelarai, Kota Tanjung Selor, yang mengingatkan kita tentang cikal bakal berdirinya kesultanan
Bulungan.
Bulungan,
berasal dari perkataan Bulu Tengon (Bahasa Bulungan), yang artinya bambu
betulan. Karena adanya perubahan dialek bahasa Melayu maka berubah menjadi
“Bulungan”. Dari sebuah bambu itulah terlahir seorang calon pemimpin yang
diberi nama Jauwiru. Dan dalam perjalanan sejarah keturunan, lahirlah kesultanan
Bulungan. Setelah Kuwanyi wafat maka Jauwiru menggantikan kedudukan sebagai
ketua suku bangsa Dayak (Hupan). Kemudian Jauwiru mempunyai seorang putera
bernama Paran Anyi.
Paran Anyi tidak mempunyai seorang putera,
tetapi mempunyai seorang puteri yang bernama Lahai Bara yang kemudian
kawin dengan seorang laki-laki bernama Wan Paren, yang menggantikan
kedudukannya. Dari perkawinan Lahai Bara dan Wan Paren lahir
seorang putera bernama Si Barau dan seorang puteri bernama Simun
Luwan. Pada masa akhir hidupnya, Lahai Bara mengamanatkan kepada
anak-anaknya supaya “Lungun” yaitu peti matinya diletakkan di sebelah
hilir [[sungai Kipah]]. Lahai Bara mewariskan tiga macam benda pusaka, yaitu
ani-ani (kerkapan). Kedabang, sejenis tutup kepala dan sebuah
dayung (bersairuk). Tiga jenis barang warisan ini menimbulkan
perselisihan antara Si Barau dan saudaranya, Simun Luwan. Akhirnya Simun
Luwan berhasil mengambil dayung dan pergi membawa serta peti mati Lahai Bara.
Karena kesaktian yang dimiliki oleh Simun
Luwan, hanya dengan menggoreskan ujung dayung pada sebuah tanjung dari sungai
Payang, maka tanjung itu terputus dan hanyut ke hilir sampai ke tepi Sungai
Kayan, yang sekarang terletak di kampung Long Pelban. Di Hulu kampung Long
Pelban inilah peti mati Lahai Bara dikuburkan. Menurut kepercayaan seluruh
keturunan Lahai Bara, terutama keturunan raja-raja Bulungan, dahulu tidak ada
seorangpun yang berani melintasi kuburan Lahai Bara ini, karena takut kutukan
Si Barau ketika bertengkar dengan Simun Luwan. Bahwa siapa saja dari keturunan
Lahai Bara bila melewati peti matinya niscaya tidak akan selamat. Tanjung
hanyut itu sampai sekarang oleh suku-suku bangsa Dayak Kayan dinamakan Busang
Mayun, artinya Pulau Hanyut.
Kepergian Simun Luwan disebabkan oleh
perselisihan dengan saudaranya sendiri, saat itu merupakan permulaan
perpindahan suku-suku bangsa Kayan, meninggalkan tempat asal nenek moyang
mereka di sungai Payang menuju sungai Kayan, dan menetap tidak jauh dari Kota Tanjung Selor, ibu
kota Kabupaten Bulungan sekarang. Suku bangsa Kayan hingga sekarang masih terdapat di beberapa
perkampungan di sepanjang sungai Kayan, di hulu Tanjung Selor, di Kampung Long Mara, Antutan dan Pimping. Simun Luwan mempunyai suami bernama Sadang,
dan dari perkawinan mereka lahir seorang anak perempuan bernama Asung Luwan.
Asung Luwan kawin dengan seorang bangsawan dari Brunei, yaitu Datuk Mencang.
Demikian segelintir kisah tentang asal muasal
Kabupaten Bulungan. Terdapat berbagai macam versi kisah tersebut, akan tetapi
kisah ini menjadi salah satu aset budaya daerah setempat yang akan terus
dikenang dan dijadikan legenda bagi masyarakat Kabupaten Bulungan.
Kabupaten Bulungan adalah salah satu kabupaten
tertua yang berada di wilayah utara Kalimantan Timur yang berbatasan dengan
Kabupaten Berau dan Kota Tarakan.
Saat ini, Kabupaten Bulungan akan dijadikan ibu
kota propinsi termuda yang ke 34 di Indonesia yaitu Propinsi Kalimantan Utara.
Diharapkan, ketika menjadi propinsi baru,
masyarakat Kabupaten Bulungan akan lebih terjamin kehidupannya dan dapat pula
menjadi daerah berkembang demi kemajuan daerah khususnya dan kemajuan
masyarakat umumnya.
Sekilas riwayat penulis :
Nama : Maria Goreti Pidang
Lahir : Balikpapan, 6 Februari 1983
Alamat : Jl. Semangka Tanjung Selor,
Kab.Bulungan
Pendidikan : S 1 Pend. Bahasa Inggris
Pekerjaan : Guru SMA Negeri 1 Tanjung Selor
a.
Keluarga :
Suami : Yoseph Ambuk, S.Sos, M.Si
Lahir : Antutan, 15 Oktober 1981
Pekerjaan : Analis Tata Praja Kecamatan Tanjung
Palas Barat
Anak : Gratia Angela Hangin (5 th)
b.
Lain – lain :
Organisasi : WKRI cabang Tanjung Selor, Sanggar
Seni dan budaya “Lamin” Bayangkara,
Kesenangan : travelling, membaca, nonton