Jumat, 16 November 2012

asal muasal kabupaten bulungan



Asal muasal Kabupaten Bulungan by Maria Yoseph Goreti Pidang


Suatu hari Kuwanyi pergi berburu ke hutan, tetapi tidak seekorpun binatang yang diperolehnya, kecuali seruas bambu besar yang disebut bambu betung dan sebutir telur yang terletak di atas tunggul kayu Jemlay. Bambu dan telur itu dibawanya pulang ke rumah. Dari bambu itu keluar seorang anak laki-laki dan ketika telur itu dipecah ke luar pula seorang anak perempuan. Kedua anak ini dianggap sebagai kurnia para Dewa. Kuwanyi dan istrinya memelihara anak itu baik-baik sampai dewasa. Ketika keduanya dewasa, maka masing-masing diberi nama Jauwiru untuk yang laki-laki dan yang perempuan bernama Lemlai Suri. Keduanya dikawinkan oleh Kuwanyi.
Kisah Jauwiru dan Lemlai Suri kini diabadikan dengan didirikannya sebuah Monumen Telor Pecah. Monumen tersebut terletak di antara Jl. sengkawit dan Jl. Jelarai, Kota Tanjung Selor, yang mengingatkan kita tentang cikal bakal berdirinya kesultanan Bulungan.
Bulungan, berasal dari perkataan Bulu Tengon (Bahasa Bulungan), yang artinya bambu betulan. Karena adanya perubahan dialek bahasa Melayu maka berubah menjadi “Bulungan”. Dari sebuah bambu itulah terlahir seorang calon pemimpin yang diberi nama Jauwiru. Dan dalam perjalanan sejarah keturunan, lahirlah kesultanan Bulungan. Setelah Kuwanyi wafat maka Jauwiru menggantikan kedudukan sebagai ketua suku bangsa Dayak (Hupan). Kemudian Jauwiru mempunyai seorang putera bernama Paran Anyi.
Paran Anyi tidak mempunyai seorang putera, tetapi mempunyai seorang puteri yang bernama Lahai Bara yang kemudian kawin dengan seorang laki-laki bernama Wan Paren, yang menggantikan kedudukannya. Dari perkawinan Lahai Bara dan Wan Paren lahir seorang putera bernama Si Barau dan seorang puteri bernama Simun Luwan. Pada masa akhir hidupnya, Lahai Bara mengamanatkan kepada anak-anaknya supaya “Lungun” yaitu peti matinya diletakkan di sebelah hilir [[sungai Kipah]]. Lahai Bara mewariskan tiga macam benda pusaka, yaitu ani-ani (kerkapan). Kedabang, sejenis tutup kepala dan sebuah dayung (bersairuk). Tiga jenis barang warisan ini menimbulkan perselisihan antara Si Barau dan saudaranya, Simun Luwan. Akhirnya Simun Luwan berhasil mengambil dayung dan pergi membawa serta peti mati Lahai Bara.
Karena kesaktian yang dimiliki oleh Simun Luwan, hanya dengan menggoreskan ujung dayung pada sebuah tanjung dari sungai Payang, maka tanjung itu terputus dan hanyut ke hilir sampai ke tepi Sungai Kayan, yang sekarang terletak di kampung Long Pelban. Di Hulu kampung Long Pelban inilah peti mati Lahai Bara dikuburkan. Menurut kepercayaan seluruh keturunan Lahai Bara, terutama keturunan raja-raja Bulungan, dahulu tidak ada seorangpun yang berani melintasi kuburan Lahai Bara ini, karena takut kutukan Si Barau ketika bertengkar dengan Simun Luwan. Bahwa siapa saja dari keturunan Lahai Bara bila melewati peti matinya niscaya tidak akan selamat. Tanjung hanyut itu sampai sekarang oleh suku-suku bangsa Dayak Kayan dinamakan Busang Mayun, artinya Pulau Hanyut.
Kepergian Simun Luwan disebabkan oleh perselisihan dengan saudaranya sendiri, saat itu merupakan permulaan perpindahan suku-suku bangsa Kayan, meninggalkan tempat asal nenek moyang mereka di sungai Payang menuju sungai Kayan, dan menetap tidak jauh dari Kota Tanjung Selor, ibu kota Kabupaten Bulungan sekarang. Suku bangsa Kayan hingga sekarang masih terdapat di beberapa perkampungan di sepanjang sungai Kayan, di hulu Tanjung Selor, di Kampung Long Mara, Antutan dan Pimping. Simun Luwan mempunyai suami bernama Sadang, dan dari perkawinan mereka lahir seorang anak perempuan bernama Asung Luwan. Asung Luwan kawin dengan seorang bangsawan dari Brunei, yaitu Datuk Mencang.

Demikian segelintir kisah tentang asal muasal Kabupaten Bulungan. Terdapat berbagai macam versi kisah tersebut, akan tetapi kisah ini menjadi salah satu aset budaya daerah setempat yang akan terus dikenang dan dijadikan legenda bagi masyarakat Kabupaten Bulungan.
Kabupaten Bulungan adalah salah satu kabupaten tertua yang berada di wilayah utara Kalimantan Timur yang berbatasan dengan Kabupaten Berau dan Kota Tarakan.
Saat ini, Kabupaten Bulungan akan dijadikan ibu kota propinsi termuda yang ke 34 di Indonesia yaitu Propinsi Kalimantan Utara.
Diharapkan, ketika menjadi propinsi baru, masyarakat Kabupaten Bulungan akan lebih terjamin kehidupannya dan dapat pula menjadi daerah berkembang demi kemajuan daerah khususnya dan kemajuan masyarakat umumnya.
Sekilas riwayat penulis :
Nama : Maria Goreti Pidang
Lahir : Balikpapan, 6 Februari 1983
Alamat : Jl. Semangka Tanjung Selor, Kab.Bulungan
Pendidikan : S 1 Pend. Bahasa Inggris
Pekerjaan : Guru SMA Negeri 1 Tanjung Selor
a.       Keluarga :
Suami : Yoseph Ambuk, S.Sos, M.Si
Lahir : Antutan, 15 Oktober 1981
Pekerjaan : Analis Tata Praja Kecamatan Tanjung Palas Barat
Anak : Gratia Angela Hangin (5 th)
b.      Lain – lain :
Organisasi : WKRI cabang Tanjung Selor, Sanggar Seni dan budaya “Lamin” Bayangkara,
Kesenangan : travelling, membaca, nonton

Tidak ada komentar:

Posting Komentar